Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ka’bah

 

                                                                             



                Nabi Ibrahim AS membangun kembali Ka’bah yang telah rata dengan tanah. Letak ka’bah yang di bangun Ibrahim tepat di lokasi Ka’bah yang di bangun oleh Nabi Adam AS. Tinggi Ka’bah 14 meter, panjang dari arah multazam 12,84 meter, panjang dari arah Hijir Isma’ 11,28 meter, antara Rukun Yamani dan Hajar Aswad 11,5 meter.

                Setiap Muslim boleh menziarahi Ka’bah. Orang yang menetap di sekitar Ka’bah di sebut jiwarullah (tetangga Allah), sedangkan orang yang hanya berkunjung atau jemaah haji di sebut dhuyufullah (tamu Allah).



                Ka’bah merupakan tempat pertobatan di Bumi yang di peruntukkan bagi seluruh manusia sehingga Ka’bah tidak boleh di miliki oleh siapapun, oleh Negara manapun. Ka’bah tidak boleh dipejualbelikan. Kaum muslimin memiliki hak yang sama terhadap Ka’bah, baik mereka yang tinggal di sekitar Ka’bah maupun pendatang atau orang yang hanya sekadar lewat.

                Ka’bah merupakan tempat suci, tempat berkumpul yang aman, untuk beribadah kepada Allah dalam bentuk tawaf, I’tikaf, ruku’ dan sujud. Ka’bah tidak boleh di kotori dengan kemusyrikan. Di sekitar Ka’bah tidak boleh terjadi tindakan kejahatan. Siapapun yang berada di sekitar Ka’bah dilarang memiliki niat jahat, apalagi melakukan tindakke jahatan yang nyata. Larangan ini di masudkan agar di sekitar Ka’bah tercipta kedamaian, ketenteraman, dan kebebasaan manusia melaksanakan kegiatan ibadah.

                Memandang Ka’bah termasuk ibadah. Karena itu memandang Kubus raksasa hitam ini menjadikan hati tenteram, jiwa merasa aman, terlindungi dari segala gangguan dan ketakutan. Memandang Ka’bah bisa menimbulkan rasa haru dan kagum. Namun demikian, tidak boleh membentuk pola pikir yang menjurus pada kemusyrikan, misalnya jadi lebih mengagungkan  Ka’bah Ketimbang Allah SWT. Melihat Ka’bah perlu di barengi dengan kekaguman terhadap kebesaran Allah melalui dzikir dan doa yang di baca dalam hati dan lisan. Dengan demikian, melihat Ka’bah bukan tertuju pada bangunannya, tapi kepada Allah, dengan menyakini bahwa objek sesembahan bukan Ka’bah itu sendiri melainkan Allah Sang Pemilik Ka’bah.

Post a Comment for " Ka’bah"